Kamis, 27 Maret 2014

analisis gaya bahasa puisi "sesobek buku harian indonesia" karya emha ainun najib



Sesobek Buku Harian Indonesia

Melihat pentas-pentas drama di negeriku
berjudul Pesta Darah di Jember
Menyerbu Negeri Hantu Putih di Solo
Klaten, Semarang, Surabaya dan Medan
Teror atas Gardu Pengaman Rakyat di Bandung
Woyla.
Ah, ingat ke hari kemarin
pentas sandiwara rakyat
yang berjudul Komando Jihad
Ingat Malari.
Ingat beratus pentas drama
yang naskahnya tak ketahuan
dan mata kita yang telanjang
dengan gampang dikelabui dan dijerumuskan
Ah, drama-drama total
yang tanpa panggung
melainkan berlangsung di atas hamparan
kepala-kepala penonton
Darah mengucur, kembang kematian.
Bau busuk air liur para sutradara licik
yang bersembunyi di hati mulia para rakyat.
Drama peradaban yang bermain nyawa
mencumbu kemanusiaan
berkelakar secara rendahan kepada Tuhan
Kita orang-orang yang amat lugu dan tak tahu
Pikiran disetir
Hidung dicocok dan disemprot parfum
Pantat disodok dan kita meringkik-ringkik
tanpa ada maknanya
Kita yang terlalu polos dan pemaaf
beriuh rendah di antara kita sendiri
bagai anak-anak kecil yang sibuk dikasih petasan
kemudian tertidur lelap
sesudah disuapi sepotong kue bolu dan permen karet
Ah, milik siapa tanah ini
Milik siapa hutan-hutan yang ditebang
Pasir timah dan kayu yang secara resmi diseludupkan
Milik siapa tambang-tambang
keputusan buat masa depan
Milik siapa tabungan alam
yang kini diboroskan habis-habisan
Milik siapa perubahan-perubahan
kepentingan dari surat-surat keputusan
Kita ini sendiri
milik siapa gerangan.
Pernahkan kita sedikit saja memiliki
lebih dari sekedar dimiliki, dan dimiliki.
Pernahkan kita sedikit saja menentukan
lebih dari sekedar ditentukan, dan ditentukan


Analisis Gaya Bahasa Sesobek Buku Harian Indonesia
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari lansung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan disini (Keraf,1987).
Dalam sebuah puisi, kata-kata yang digunakan biasanya lebih banyak kata-kata yang bermakna konotatif, kata-kata yang digunakan penyair dapat menimbulkan makna konotatif dan makna yang lebih dari satu, sehingga interpretasi terhadap puisi yang digunakan dapat beragam sesuai pemahaman individu yang membacanya.
Gaya bahasa berdasarkan ketidakllansungan makna ini biasanya disebutsebagai trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti pembalikan atau penyimpanan. Karena ada yang menganggap trope sebagai penggunaan bahasa yang indah dan menyesatkan, maka pada abad XVIII istilah itu mulai diganti dengan figure of speech.
Gaya bahasa ini dikelompokkan menjadi dua kelompokbesar, yaitu gaya bahasa retoris. Yang semata-mata merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan. Namun pada puisi ini saya akan menganalisis gaya bahasa retoris:
1. Aliterasi                                                                                                                
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.  Contoh pada puisi ini adalah :  Kita yang terlalu polos dan pemaaf.
Pada kalimat tersebut terdapat perulangan bunyi konsonan “P” pada kata polos dan pemaaf.


2. Anastrof
Anastrof adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan cara membalikkan susunan kalimat yang biasa. Gaya bahasa ini disebut sebagai kalimat inversi. Contohnya adalah: berjudul Pesta Darah di Jember
3. Asindenton
Asindenton adalah gaya bahasa yang menyebutkan banyak orang, barang atau sifat yang berturut-turut dengan tidak banyak menggunakan kata penghubung. Contoh pada puisi ini adalah: Klaten, Semarang, Surabaya dan Medan

4. Tautologi       
Tautologi adalah gaya bahasa penyebutan atau pengulanggan kembali kata yang disebut-sebut didepan dengan kata-kata yang sama atau hampir sama artinya. Contoh pada puisi ini adalah: Ah, milik siapa tanah ini
                          Milik siapa hutan-hutan yang ditebang
Pada dua kalimat tersebut terdapat pengulangan kembali kata milik.

5.Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan. Contoh pada puisi ini adalah: Darah mengucur, kembang kematian.
                                                Bau busuk air liur para sutradara licik

Tugas Semantik

Mendeskripsikan Kepala
Kepala adalah sebuah benda yang berbentuk bulat seperti bola yang mempunyai banyak fungsi dan mampaat bagi manusia. diantaranya kepala digunakan untuk berpikir dan menyimpan semua memori yang kita lakukan atau perbuat semasa hidup. adapun yang terdapat diantara kepala, dan bentuk beserta ciri-ciri kepala saya sebagai berikut:
1. kepala, saya memiliki kepala yang bulat dan titumbuhi rambut yang panjang dan lebat.
2. rambut, saya memiliki rambut yang panjang,lebat,dan hitam.
3. kening, saya memiliki kening yang biasa-biasa saja dan tidak jenong.
4.alis, saya memiliki alis yang tebal dan hitam sejak dari lahir tanpa adanya perawatan sama sekali.
5 mata, saya memiliki mata yang tidak terlalu besar, bisa dibilang sipit.
6.hidung, saya memiliki hidung yang tidak mancung dan tidak juga pesek.
7. ppipi, saya memiliki pipi yang tidak tembam, dan tidak kurus, berbentuk agak bulat,dan lembut.
8. telinga, saya memiliki telinga yang biasa-biasa saja tidal terlalu lebar.
9. kulit, saya memiliki kulit yang tidak terlalu putih dan hitam, tapi kulit saya bewarna kuning lansat.
10. dagu, saya memiliki dagu yang tidak panjang.