Sesobek Buku Harian Indonesia
Melihat
pentas-pentas drama di negeriku
berjudul
Pesta Darah di Jember
Menyerbu
Negeri Hantu Putih di Solo
Klaten,
Semarang, Surabaya dan Medan
Teror atas
Gardu Pengaman Rakyat di Bandung
Woyla.
Ah, ingat ke
hari kemarin
pentas
sandiwara rakyat
yang
berjudul Komando Jihad
Ingat
Malari.
Ingat
beratus pentas drama
yang
naskahnya tak ketahuan
dan mata
kita yang telanjang
dengan
gampang dikelabui dan dijerumuskan
Ah,
drama-drama total
yang tanpa
panggung
melainkan
berlangsung di atas hamparan
kepala-kepala
penonton
Darah
mengucur, kembang kematian.
Bau busuk
air liur para sutradara licik
yang
bersembunyi di hati mulia para rakyat.
Drama
peradaban yang bermain nyawa
mencumbu
kemanusiaan
berkelakar
secara rendahan kepada Tuhan
Kita
orang-orang yang amat lugu dan tak tahu
Pikiran
disetir
Hidung
dicocok dan disemprot parfum
Pantat
disodok dan kita meringkik-ringkik
tanpa ada
maknanya
Kita yang
terlalu polos dan pemaaf
beriuh
rendah di antara kita sendiri
bagai
anak-anak kecil yang sibuk dikasih petasan
kemudian
tertidur lelap
sesudah
disuapi sepotong kue bolu dan permen karet
Ah, milik
siapa tanah ini
Milik siapa
hutan-hutan yang ditebang
Pasir timah
dan kayu yang secara resmi diseludupkan
Milik siapa
tambang-tambang
keputusan
buat masa depan
Milik siapa
tabungan alam
yang kini
diboroskan habis-habisan
Milik siapa
perubahan-perubahan
kepentingan
dari surat-surat keputusan
Kita ini
sendiri
milik siapa
gerangan.
Pernahkan
kita sedikit saja memiliki
lebih dari
sekedar dimiliki, dan dimiliki.
Pernahkan
kita sedikit saja menentukan
lebih dari
sekedar ditentukan, dan ditentukan
Analisis
Gaya Bahasa Sesobek Buku Harian Indonesia
Gaya
bahasa berdasarkan makna diukur dari lansung tidaknya makna, yaitu apakah acuan
yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar,
maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna,
entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna
denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang
dimaksudkan disini (Keraf,1987).
Dalam
sebuah puisi, kata-kata yang digunakan biasanya lebih banyak kata-kata yang
bermakna konotatif, kata-kata yang digunakan penyair dapat menimbulkan makna
konotatif dan makna yang lebih dari satu, sehingga interpretasi terhadap puisi
yang digunakan dapat beragam sesuai pemahaman individu yang membacanya.
Gaya
bahasa berdasarkan ketidakllansungan makna ini biasanya disebutsebagai trope atau
figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti pembalikan atau penyimpanan.
Karena ada yang menganggap trope sebagai penggunaan bahasa yang indah dan
menyesatkan, maka pada abad XVIII istilah itu mulai diganti dengan figure of
speech.
Gaya
bahasa ini dikelompokkan menjadi dua kelompokbesar, yaitu gaya bahasa retoris.
Yang semata-mata merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai
efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan. Namun pada puisi ini saya akan
menganalisis gaya bahasa retoris:
1.
Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa yang
berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh pada puisi ini adalah : Kita yang terlalu polos dan pemaaf.
Pada kalimat tersebut terdapat perulangan bunyi konsonan “P” pada kata polos dan pemaaf.
Pada kalimat tersebut terdapat perulangan bunyi konsonan “P” pada kata polos dan pemaaf.
Anastrof
adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan cara membalikkan susunan kalimat yang
biasa. Gaya bahasa ini disebut sebagai kalimat inversi. Contohnya adalah: berjudul
Pesta Darah di Jember
3. Asindenton
Asindenton adalah gaya bahasa yang menyebutkan banyak
orang, barang atau sifat yang berturut-turut dengan tidak banyak menggunakan
kata penghubung. Contoh pada puisi ini adalah: Klaten, Semarang, Surabaya dan
Medan
4. Tautologi
Tautologi adalah gaya bahasa penyebutan atau
pengulanggan kembali kata yang disebut-sebut didepan dengan kata-kata yang sama
atau hampir sama artinya. Contoh pada puisi ini adalah: Ah, milik siapa tanah
ini
Milik siapa hutan-hutan yang
ditebang
Pada dua
kalimat tersebut terdapat pengulangan kembali kata milik.
5.Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang
mengandung suatu pernyataan yang berlebihan. Contoh pada puisi ini adalah: Darah mengucur, kembang kematian.
Bau busuk air liur para sutradara
licik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar